Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190
Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut
ASET
SISTEM
Post Views: 0
Penulis : Rizka Adriana Lutfiani (14 Juli 2020)
Keindahan alam di Pulau Dewata Bali sudah tidak perlu diragukan lagi. Bali pun menjadi salah objek wisata yang sangat terkenal, baik di kalangan turis lokal maupun internasional. Namun, pesatnya laju pariwisata di Bali tidak diiringi dengan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan dan pengelolaan sampah yang memadai, sehingga Bali sempat menjadi daerah “darurat sampah”. Predikat tersebut semakin hangat diperbincangkan saat video penyelam asal Inggris Rich Horner tiba-tiba menjadi viral di media sosial sekitar bulan Maret 2018. Video tersebut menunjukkan banyaknya sampah plastik yang memenuhi laut Nusa Penida, Bali. Bahkan, sejumlah media asing seperti The Guardian, ABC News Australia, dan Metro juga memberitakan soal sampah plastik yang menjadi momok bagi pariwisata di Bali.
Kondisi darurat sampah tersebut mendorong Walikota dan Gubernur Bali untuk menerbitkan Peraturan Walikota Denpasar No. 36/2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik dan Peraturan Gubernur Bali No. 97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Peraturan Gubernur tersebut telah diberlakukan sejak 21 Desember 2018 lalu dengan masa sosialisasi selama 6 bulan. Aturan tersebut mewajibkan setiap orang dan lembaga baik pemasok, distributor, produsen, maupun penjual menyediakan pengganti atau substitusi plastik sekali pakai. Selain itu, peredaran, distribusi, dan penyediaan PSP baik oleh masyarakat, pelaku usaha, desa adat, dan lainnya juga dilarang. Dalam Pergub tersebut, terdapat tiga jenis plastik sekali pakai (PSP) yang dilarang, yaitu kantong plastik, polysterina (styrofoam), dan sedotan plastik. Dibuatnya peraturan tersebut bertujuan untuk mengurangi sampah plastik yang bersumber dari darat, sungai atau pun laut, serta mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Pergub Bali No. 97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai itu pun mendapatkan dukungan dan respon positif dari warga Bali, dan sejak bulan Juni 2019 sudah banyak supermarket, restoran cepat saji, toko-toko kecil serta pedagang eceran di Bali yang telah berhenti menyediakan kantong plastik sekali pakai dan sedotan plastik untuk pelanggan mereka.
Guna mendukung pengurangan sampah plastik di Bali, pemerintah Bali pun menginisiasikan beragam program lain, seperti gerakan penggunaan tempat minum yang dapat digunakan berulang kali (tumbler) dan mendorong pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan komunitas pemuda di Bali untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi produk bernilai ekonomis, seperti membuat kerajinan tangan untuk diperjualbelikan. Aksi ini membantu memunculkan kembali produk-produk tradisional masyarakat Bali yang terbuat dari bahan lokal dan ramah lingkungan.
Menurut Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS), pemesanan dan pengiriman produk plastik ke Bali turun hingga 40 persen sejak Januari sampai awal Juni 2019. Advisor Plastic Detox Marc Antoine Dunais pun mengatakan bahwa pasca dikeluarkannya Pergub Bali tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, terjadi perubahan sikap serta perilaku warga dan retail dalam memberlakukan pembatasan penggunaan kantong plastik sekali pakai. Hal tersebut terlihat dari perilaku warga Bali yang mulai menggunakan tas belanja saat membeli keperluan sehari-hari. Oleh karena itu, Gubernur Bali I Wayan Koster pun mengajak Pemda lain untuk mengikuti jejaknya dan tidak usah takut untuk memberlakukan pembatasan sampah plastik sekali pakai di daerah mereka masing-masing guna mencegah terjadinya kerusakan lingkungan di masa depan.
Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190
Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut
ASET
SISTEM
Labuan Bajo berada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur. Di tengah berkembangnya pariwisata Indonesia, Labuan Bajo merupakan salah satu destinasi yang paling terkenal saat ini terutama bagi mereka yang menyukai kawasan laut dan pantai. Labuan Bajo memiliki lanskap alam yang sangat indah, laut yang berwarna biru, serta panorama yang beragam mulai dari kawasan pantai hingga perbukitan.
Selain terkendal dengan salah satu hewan endemiknya yaitu Komodo, Labuan Bajo juga menyediakan banyak daya tarik lain yang patut dikunjungi oleh para wisatawan. Mulai dari gugusan Pulau Padar, Rinca, dan Komodo, Pantai Pink, hingga desa tradisional di kawasan Wae Rebo, semuanya menawarkan keindahan dan keunikan masing-masing.
Labuan Bajo dirancang untuk menjadi salah satu kawasan “Bali Baru” bersama dengan 4 tujuan wisata lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia juga menjadikan wilayah ini salah satu prioritas karena akan digelar pertemuan G20 dan ASEAN Summit pada 2023 mendatang. Oleh karenanya, persiapan mulai dari pembangunan infrastruktur yang menunjang hingga aspek kebersihan seperti penanganan sampah laut mulai dan akan terus dilakukan.
Dalam Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (RAN PSL), Labuan Bajo juga menjadi salah satu kawasan yang banyak menjadi fokus. Berbagai Kementerian/Lembaga banyak yang mengadakan kegiatan terkait penanganan sampah laut, mulai dari pelatihan, aksi bersih laut dan pantai, penyediaan Pusat Daur Ulang, hingga penguatan regulasi.