Azan Wahyuli, Memberdayakan Napi Lewat Sampah
Azan Wahyuli (39) membina narapidana di Jambi lewat pengolahan limbah, budidaya maggot, dan lele. Kegiatan ini mendukung semangat pembangunan nol limbah, sekaligus membantu napi untuk mandiri.
Seusai sesi senam pagi, sejumlah napi menceburkan diri ke dalam kolam. Bukan karena mau mandi melainkan untuk menyortir lele dalam keramba. Jika ukurannya cukup besar alias layak panen, lele langsung dijual ke Pasar Angso Duo, Kota Jambi.
Hasil penjualan lele menjadi sumber penghidupan bagi sejumlah penghuni lapas itu. Sebab, nilainya cukup menggiurkan. Dalam sebulan, budidaya ikan beromzet lebih dari Rp 50 juta. Hasilnya dibagi-bagikan para napi yang turut serta bergelut. Sisanya jadi modal pengembangan, kas karyawan lapas, serta untuk setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Selain ikan, dibudidayakan pula sayuran organik dan sayur hidroponik. Hasil panen untuk memenuhi kebutuhan di lapas dan sisanya diberikan kepada keluarga napi. Semarak usaha produktif dalam lapas yang terus berkembang itu merupakan buah dari keuletan Azan memberdayakan warga binaan mengelola limbah untuk budidaya maggot.
Azan merupakan staf bimbingan kerja di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Jambi. Sejak lima tahun terakhir ia telah merintis usaha pakan ternak. Salah satunya lewat budidaya maggot yang digelutinya otodidak.
Maggot adalah larva lalat, terutama dari jenis lalat tentara hitam atau black soldier fly (Hermetia illucens) yang mengandung nutrisi baik. Untuk mengembangbiakkannya, hanya dibutuhkan limbah organik rumah tangga seperti sisa sayuran atau buah-buahan, kotoran ternak, hingga sisa pengolahan makanan.
Berbekal ilmu yang didapat dari berbagai tayangan di media sosial, Azan mengolah limbah organik di rumahnya untuk mengembangbiakkan maggot. Lewat proses belajar mandiri, ia berhasil membangun dan mengembangkan produksinya. Ikan-ikan miliknya di kolam tumbuh besar.
Melihat siklus saling menguntungkan dalam pemanfaatkan limbah dan budidaya ternak, ia pun mengembangkan produksi. Untuk mendapatkan sampah organik, ia mengumpulkan dari pasar untuk diolah. Satu hari satu bak mobil memasok sampah di tempatnya.
Baca Juga: Kreatif, Satgas Citarum Olah Sampah Plastik Tak Terpakai Jadi Penyaring Air Ekonomis
Belakangan, Azam baru menyadari limbah yang dihasilkan di lapas pun tak kalah banyaknya. “Terpikir oleh saya mengapa tidak diolah. Apalagi, dapat sekaligus memberdayakan warga binaan menjadi lebih produktif,” katanya, Jumat (7/5/2021).
Kompleks lapas sejak lama telah difasilitasi kolam-kolam ikan dan hamparan lahan. Meskipun lahannya luas, selama ini terbengkalai. Program budidaya pertanian dan perikanan pernah diinisiasi sebelumnya, tetapi tak berlanjut lagi.
Di hamparan yang menganggur itulah, ia membangun rumah maggot sederhana dari kayu dan terpal. Pada tahap awal, dua warga binaan dilatih mengembangbiakkan maggot. Pakan larva lalat memanfaatkan limbah dari balik jeruji lapas. “Saya wanti-wanti kepada petugas bahwa sampah organik jangan dibuang ke luar tetapi dikumpulkan di rumah maggot,” tuturnya.
Produksi buangan sisa makanan di lapas mencapai 120-an kilogram per hari. Itu baru limbah padat, belum termasuk limbah cucian beras yang mencapai 150-an liter serta buangan lainnya.
Karena produksi limbah organik yang cukup banyak, produksi maggot dapat memenuhi 50 persen kebutuhan pakan lele yang benihnya ditebar di awal pandemi Covid-19 lalu. Tak disangka, dari dua kolam lele dapat dihasilkan panen 3 ton setiap bulan. Di sebelah kolam lele, ada pula budidaya nila dan gurami. Seluruh hasil panen itu dijual ke Pasar Angso Duo, Kota Jambi.
Azan lega mengetahui maggot memberi manfaat. Tidak hanya bagi ekonomi warga binaan tetapi juga bagi lingkungan. Bisa dibayangkan, jumlah warga binaan dalam Lapas Kelas IIA Jambi saat ini 1.120 orang. Setiap hari, petugas kantin memasak ransum. Keluarga napi pun kerap datang untuk memasok makanan.
Alhasil sampah makanan akan terus menggunung. Jika dibiarkan begitu saja akan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talang Gulo. Oleh karena itulah, maggot ini bisa menjadi solusi dalam pengolahan limbah organik, agar tidak menumpuk dan meningkatkan kadar amoniak di tempat pembuangan akhir.
Azan meyakinkan warga binaan bahwa pertanian terpadu ini dapat dirintis di tempat mereka selepas bebas dari penjara. Selama ini, jamak didapati napi yang tampak gamang setelah menghirup udara bebas. Persoalannya adalah mereka tak mampu melanjutkan hidup secara mandiri. Jika salah langkah, mereka akan kembali menjadi penyakit di masyarakat.
Karena itu, Azan terus mendorong warga binaannya terus berupaya membangun potensi diri. Salah satunya lewat usaha pengolahan limbah. Pengolahan itu terbilang mudah dan murah, apalagi dapat diproduksi dalam waktu singkat. Hasilnya pun berkelanjutan dan ramah lingkungan. Jika mereka mau serius, itulah jalan bagi kemandirian dan masa depan yang cerah.
Baca Juga: Begini Cara Siasati Mahalnya Biaya Daur Ulang Sampah
Artikel ini telah tayang di https://kompas.id dengan judul “Azan Wahyuli, Memberdayakan Napi Lewat Sampah”,
Klik untuk baca: https://www.kompas.id/baca/sosok/2021/05/19/azan-wahyuli-memberdayakan-napi-lewat-sampah/.
By kompas.id