Wujudkan Ekonomi Sirkular, Warga Bandung ‘Menyulap’ Sampah Jadi Emas
Bandung, IDN Times – Veni Juniarti memacu sepeda motor dari rumahnya di Babakan Ciamis menuju tempat pembuangan sampah terpadu (TPS) Terpadu Babakan Sari, Kiaracondong, Kota Bandung.
Menempuh jarak sejauh 3,7 kilometer atau sekitar 20 menit dari rumahnya, Veni membawa satu kantung plastik berukuran besar berisikan sampah non-organik berupaya untuk ditukarkan menjadi lebih berharga.
Sampai di TPS, dia langsung disambut Osa dan Nurjati, pegawai di Babakan Sari. Dengan sigap Veni mengeluarkan tumpukan sampah yang dia bawa. Mulai dari plastik sisa bungkus makanan, kertas, botol, hingga wadah plastik bekas plester medis. Dia ingin membuang sampah non-organik di TPS ini agar bisa didaur ulang.
Saat berbincang dengan Nurjati, pihak TPS ternyata belum bisa menerima sampah yang masih tercampur untuk masuk dalam kategori limbah bisa diolah kembali. Sampah yang masih bercampur nantinya hanya jadi residu saja, tidak bisa dimasukkan dalam kategori sampah didaur ulang.
“Saya tidak tahu kalau plastik sisa makanan ini harus dijadikan dulu ecobrick. Katanya sampah plastik ini harus dimasukkan dulu ke botol supaya rapi. Baru bisa ditimbang dan siap didaur ulang,” ujar Veni saat berbincang dengan IDN Times, Kamis (1/7/2021).
Veni tak patah arang. Dia mengambil kembali sampah yang belum bisa diterima. Rencananya sampah tersebut akan dibuat jadi ecobrik di rumahnya lebih dulu, untuk kemudian disetorkan lagi ke TPS ini.
Menurutnya, ia memang gemar memisahkan sampah sebelum dibuang atau diberikan kepada pemulung. Tumpukan sampah non-organik di rumahnya masih banyak sehingga dia perlahan akan merapikannya, dan nanti dibawa kembali agar bisa didaur ulang.
TPS Bakakan Sari menjadi salah satu TPS yang kerap melakukan inovasi untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam mengurangi tonase sampah setiap harinya yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Inovasi terbaru yang dilakukan adalah memberikan emas mini kepada nasabah yang bisa mengumpulkan tabungan rupiah dari sampah non-organik mencapai minimal Rp41.000. Dengan uang itu nasabah bisa mendapatkan 0,025 gram emas mini.
Salah satu petugas di TPS Babakan Sari, Nurjati menuturkan, tempat pembuangan ini berdiri pada 2016. Sejak saat itu berbagai cara mulai dijalankan guna menarik minat masyarakat memilah sampah dari rumah dan disetorkan ke TPS ini untuk kemudian ditukarkan dengan uang atau dijadikan tabungan.
Sebelum lahir program tukar sampah jadi emas, TPS Babakan Sari atau dikenal juga dengan Bank Sampah Resik telah bekerja sama dengan Laku Pandai, di mana nasabah bisa menabung dengan sampah untuk nantinya uang tersebut dapat dipakai membayar listrik, telepon, atau isi pulsa.
Kemudian ada juga program tabungan agar bisa masuk ke saldo tapcash yang dikerjasamakan dengan BNI. Selain itu sempat juga ada kolaborasi dengan Tulipware, alat kebutuhan rumah tangga. Ketika ada nasabah yang memiliki tabungan, mereka bisa membeli peralatan dari Tulipware dengan potongan setengah harga.
“Nah untuk program nabung sampah jadi emas ini kita diresmikan pada saat 22 Februari 2021, bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional,” ujar Nurjati.
Dalam penukaran emas mini tersebut, Bank Sampah Resik tidak mematok nasabah untuk langsung menukarnya. Mereka bisa menabung terlebih dulu hingga nominal yang sesuai untuk kemudian menukarkannya dengan emas.
Baca Juga: Gandeng Perusahaan Singapura, Ini Teknologi Baru Pengolahan Sampah di Kota Medan
“Jadi semua tergantung nasabahnya. Bisa tukar dengan berat emas yang 0,005 gram. malah ada yang sempat tukar dengan emas 0,5 gram. Total kepingan emas yang sudah keluar lebih dari 150,” papar Nurjati.
Menurut Nurjati, sejak program ini digulirkan antusias masyarakat yang ingin menjadi nasabah Bank Sampah Resik semakin tinggi. Ini terlihat dari kedatangan para nasabah baru setiap harinya yang bisa mencapai 5 hingga 7 orang. Padahal sebelum adanya program ini paling banyak harian hanya tiga orang, dan itu pun tidak setiap hari ada.
Penambahan nasabah juga tidak datang dari sekitar kawasan Babakan Sari saja, melainkan dari daerah lain yang berada di Kota Bandung. Total saat ini jumlah nasabah mencapai 4.000 dengan keberadaan 170 unit mitra di dalamnya.
Untuk menumbuhkan kesadaran dari masyarakat agar mau memilihan sampah dan menjadikannya sebuah berkah bukan limbah, Bank Sampah Resik mendorong setiap unit mitra untuk aktif melakukan edukasi. Harapannya, makin banyak masyarakat yang sadar dan mau memilih sampah rumah tangga agar tidak semua disatukan dalam satu wadah untuk kemudian dibuang begitu saja. Ini menjadi langkah kecil setiap orang demi mewujudkan konsep ekonomi sirkular.
“Salah satu edukasinya mengajarkan mereka membuat ecobrik. Jadi sampah juga tidak berserakan dan rapi ketika dibuang,” kata Nurjati.
Berdasarkan data 2020, Bank Sampah Resik tahun lalu berhasil mengumpulka 1.437.253,18 kg sampah non-organik dari seluruh nasabah. Sampah tersebut terdiri dari 45 persen dari kertasan, 23 persen emberan, 25 persen plastik, sisanya berasal dari dari logam, beling, dan sampah lain.
Nurjati menuturkan, sampah yang dihasilkan rumah tangga sejatinya tidak semua menjadi limbah dan harus dibuang ke TPA. Sampah-sampah tersebut masih banyak yang bisa digunakan kembali untuk sesuatu yang lain atau didaur ulang agar kebermanfaatannya bisa dipakai lagi.
Bahkan dari sampah tersebut, masyarakat bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Di Bank Sampah Resik sendiri, dari total pemilahan sampah yang dilakukan bisa mendapat pemasukan hingga Rp190 juta per bulan. Uang itu berawal dari sampah kemudian dijual kembali ke pabrik yang bisa mendaur ulang menjadi produk yang bisa dimanfaatkan kembali.
Salah satu nasabah yang ikut dalam program ini adalah Bambang Ismono. Menurutnya, penukaran sampah dengan emas sangat bagus karena nilai produk ini cenderung naik dalam dua atau tiga tahun mendatang.
“Kalau hanya uang, biasa-biasa saja. Kalau emas, bisa saja nilainya naik. Meski pun harganya naik turun, tapi cenderungnya naik dalam 2-3 tahun dan itu yang diharapkan,” kata dia dalam siaran pers Pemkot Bandung.
Warga Jalan Turangga Barat tersebut mengaku awalnya tertarik menjadi nasabah Bank Sampah Resik karena menilai sampah memang jadi permasalahan yang harus dipecahkan. Ia yakin sampah sebenarnya memiliki nilai tambah sehingga tidak harus terbuang begitu saja.
“Jadi dari problem itu sebetulnya ada peluang. Kalau kita tidak bisa mengolahnya sendiri kan sayang. Saya berpikir bagaimana caranya sampah jadi nilai tambah buat kita,” ujar Bambang.
Program nabung sampah jadi emas menjadi salah satu langkah Pemkot Bandung dalam meredam bom waktu, yaitu sampah. Sampah sempat menjadi momok bagi Bandung di saat TPA Leuwigajah, tidak berfungsi akibat kejadian longsor.
Yang menjadi perhatian seksama juga dampak dari tumpukan sampah di TPA yang terbendung adalah meninggalnya 157 orang akibat longsoran yang terjadi 16 tahun lalu tersebut. Usai peristiwa itu, kawasan Bandung Raya menjadi yang paling terdampak, Kota Bandung salah satunya. Sampah tidak terangkut dari TPS yang tersebar di berbagai titik membuat seluruh penjuru kota disesaki sampah. Bandung yang Bermartabat pun seketika berubah menjadi ‘Bandung Lautan Sampah’.
Tak ingin hal itu berulang, Pemkot Bandung kemudian meluncurkan gerakan Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan). Pada pencanangan Kang Pisman awal 2019, Pemkot Bandung mencoba membangun model percontohan sebanyak 12 RW. Pada 2020 gerakan ini diperluas dengan membangun model skala kelurahan di Kelurahan Sukamiskin dan Cihaurgeulis.
Pada wilayah-wilayah yang sudah menerapkan Kang Pisman, Pemkot Bandung mengklaim terjadi pengurangan sampah yang dibuang ke TPA. Hal ini dibuktikan pada wilayah model Sukamiskin dan Cihaurgeulis telah terjadi pengurangan timbulan sampah yang dibuang ke TPS dan TPA sebesar 32,12 persen di Kelurahan Sukamiskin dan 22 persen di Kelurahan Cihaurgeulis.
Meskipun secara volume total masih naik, namun terjadi penurunan cukup signifikan dari persentase tren kenaikan. Pada tahun 2019 dibandingkan 2018 dari 16,87 persen turun menjadi 3,96 persen. Kemudian pada 2020 terjadi penurunan volume sampah 0,47 persen dari 2019.
Wakil Wali Kota Yana Mulyana menuturkan, saat ini penduduk kota Bandung menghasilkan sampah rata rata 1.500 ton per hari. Kontribusi terbesar berasal dari sampah makanan dan daun sebesar 44,5 persen dan sampah plastik sekitar 16,7 persen dari botol, gelas, bungkus, wadah, dan kantong.
Gerakan Kang Pisman pun diklaim telah meningkatkan jumlah Kawasan Bebas Sampah (KBS). Tak kurang dari 143 kawasan bebas sampah. Pemkot Bandung juga mengaktifkan 467 bank sampah. Harapannya makin banyak masyarakat yang peduli terhadap sampah yang mereka hasilkan.
Terbaru, Kota Bandung telah meluncurkan program menabung sampah menjadi emas. “Di era pandemik COVID-19, menabung sampah jadi emas merupakan terobosan. Hal ini menjadi solusi bagi warga untuk keluar dari himpitan ekonomi akibat pandemi,” ujar Yana.
Selain itu, beberapa waktu terakhir Pemkot Bandung terus menjajaki beragam upaya menyelesaikan masalah sampah di Kota Bandung. Salah satunya dengan mempelajari pengolahan sampah menjadi Refuse-Derived Fuel (RDF). Menurutnya, sampah RDF tersebut diklaim bisa menjadi pengganti batu bara. RDF merupakan sampah yang mudah terbakar dan telah mengalami pemilahan dan proses pencacahan.
Sampah saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Pemerintah, perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat, hingga perorangan semakin banyak yang sadar bahwa sampah bisa menjadi momok yang menakutkan di kemudian hari jika tidak kelola dengan baik.
Sebagai gambaran, saat ini Pemprov Jabar tengah membangun Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Legok Nangka, di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, yang disebut memiliki kapasitas penampungan sampah 1.853-2.131 ton per hari.
Pembangunan ini tak terlepas dari keberadaan TPA Sarimukti yang tidak bisa lagi menampung tumpukan sampah yang kian menggunung dan operasionalnya berakhir pada 2025.
Untuk memperbaiki sistem ekonomi yang ada sekarang guna mengurangi limbah masuk ke TPA, munculah konsep ekonomi melingkar atau ekonomi sirkular. Tujuannya untuk menyimpan sumber daya dalam siklus yang tertutup.
Ekonomi sirkular memperhitungkan nilai suatu materi sejak fase desain. Sebanyak mungkin material yang digunakan dikembalikan legi menjadi bahan mentah untuk produksi baru.
Circular Economy Expert dari Waste4Change, Bijaksana Junerosano mengatakan, dengan sistem ini ditargetkan sebuah sumber daya bisa digunakan selama mungkin dengan tetap menargetkan adanya pertumbuhan ekonomi. Terdapat tiga hal yang bisa mendukung terciptanya ekonomi sikular.
Pertama, mempertahankan dan meningkatkan modal alam dengan mengendalikan stok terbatas dan menyeimbangkan aliran sumber daya terbarukan. Kedua, mengoptimalkan hasil sumber daya dengan mensirkulasikan produk, komponen, dan material pada utilitas tertinggi setiap saat baik dalam siklus teknis maupun biologis. Ketiga, mendorong efektivitas sistem dengan mengungkapkan dan merancang eksternalitas negatif.
Melalui sistem ini sumber daya alam diupayakan bisa terus dipakai hingga masuk ke titik tidak bisa dipakai lagi. Caranya dengan didaur ulang dan diputar sedemikian rupa, bukan dibuang begitu saja setelah dipakai.
“Sekarang ini di TPA sumber daya alam yang tersisa semua menumpuk. Sirkular ekonomi ini memperlajari siklus alam di mana sumber daya alam itu bisa muter dan terus dimanfaatkan,” ujar Bijaksana dalam diskusi virtual dengan tema Pengelolaan Sampah dan Ekonomi Sirkular.
Dalam diskusi ini Wakil Kepala Departement Teknik Sipil Universitas Indonesia, Cindy Rianti menjelaskan bahwa pola pikir masyarakat semakin kompleks dalam memilah sampah sebagai langkah kecil dalam mewujudkan ekonomi sirkular. Di tengah munculnya kesadaran untuk meminimalisir sampah, masih banyak orang yang sekedar berpikir untuk membuat rumahnya bersih dan nyaman tanpa peduli lingkungan sekitar.
Padahal, persoalan sampah ini tidak sekedar selesai ketika barang yang sudah kita manfaatkan hilang dari rumah. Sebab, dari sampah itu bisa muncul persoalan yang lebih besar seperti penyakit atau dampaknya pada pemanasan global.
“Semakin sejahtera masyarakat, maka semakin banyak konsumsi yang bisa memperbanyak sampah,” ujar Cindy.
Untuk itu, praktik mendaur ulang sampah harus ditanamkan kepada siapapun agar pola pikir sampahku tanggung jawabmu itu dihilangkan. Harapannya setiap barang yang digunakan tidak semuanya berakhir ke TPA baik sengaja atau tidak sengaja.
Artikel ini telah tayang di https://idntimes.com dengan judul “Wujudkan Ekonomi Sirkular, Warga Bandung ‘Menyulap’ Sampah Jadi Emas”,
Klik untuk baca: https://jabar.idntimes.com/news/jabar/debbie-sutrisno/wujudkan-ekonomi-sirkular-warga-bandung-menyulap-sampah-jadi-emas.
By idntimes.com