Ancaman Kerusakan Ekosistem Akibat Sampah Plastik Dan Solusinya
Pengantar
Sampah yang berada di lingkungan kita bukanlah suatu pemandangan yang indah, melainkan pemandangan yang tidak menyenangkan dan memunculkan rasa ketidaknyamanan. Kuantitas keberadaan sampah yang begitu besar mulai dari sampah rumah tangga, sampah industry, dan sampah lingkungan mayoritas berasal dari bahan plastik. Menumpuknya sampah terkhusus yang berbahan plastik ini menjadi permasalahan serius bagi kita semua. Akan tetapi, tidak semua orang memiliki kesadaran untuk menjaga ekosistem dari ancaman masalah sampah plastik.
Realita akan timbunan sampah di Indonesia secara nasional mencapai 200 ribu ton per hari hal ini setara dengan angka 73 juta ton per tahun yang meliputi sampah rumah tangga 48 persen, kawasan komersial sebesar 9 persen dan sisanya berasal dari fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, area jalan, dan lain sebagainya. Munculnya kegagapan masyarakat dan pemerintah dalam menyelesaikan masalah sampah. Selain itu, adanya hukum, peraturan, dan gerakan namun kesadaran menjaga ekosistem dari seluruh elemen sangat berpengaruh signifikan.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyampaikan bahwa setiap tahun sedikitnya sebanyak 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara ke lautan. Dari jumlah tersebut, dinyatakan sebanyak 13.000 plastik menyebar di setiap kilometer persegi setiap tahunnya. Fakta tersebut menjadikan negara Indonesia berpredikat menjadi negara ke dua di dunia dengan produksi sampah plastik terbanyak di lautan. Hal ini dapat menjadi tolak ukur sejauh mana usaha pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi ancaman sampah plastik dinyatakan masih minim atau telah maksimal. Dengan demikian, diperlukan solusi terhadap ancaman kerusakan ekosistem akibat sampah plastik.
Pembahasan
Permasalahan pengolahan sampah yang memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi adalah pengolahan jenis sampah plastik. Selain itu, sampah plastik menjadi salah satu jenis sampah yang paling berbahaya bagi ekosistem. Normalnya plastik membutuhkan waktu hingga 1000 tahun untuk dapat didekomposisi. Sampah plastik yang tidak diolah dan dibiarkan begitu saja akan berdampak negatif terhadap ekosistem sekitarnya, seperti pencemaran lingkungan baik di darat, laut dan udara, bau yang kurang sedap, dan jika tidak sengaja dikonsumsi hewan seperti ikan, kepiting, cumi-cumi, lobster dan lain sebagainya maka hal tersebut sangatlah berbahaya. Disamping itu pertambahan penduduk disertai pola konsumsi yang kurang bijak terhadap penggunaan benda berbahan plastik dapat menimbulkan bertambahnya volume sampah plastik di ekosistem.
Berkaitan dengan hal tersebut, memunculkan jenis dan karakteristik sampah yang semakin beragam sehingga perlu pemikiran yang serius terkait cara pengolahan sampah plastik yang tepat dan berdayaguna bagi masyarakat. Langkah pengolahan komprehensif dan terpadu yang dimulai dari hulu ke hilir dicitakan agar dapat memberikan manfaat secara finansial, terlebih untuk mewujudkan ekosistem yang sehat bagi masyarakat, dan nyaman bagi lingkungan.
Pencemaran akibat adanya sampah di laut, secara tidak langsung membawa ancaman pada banyak hal yang ada di muka bumi. Termasuk ancaman ekosistem laut terlebih kepada manusia yang menjadi penguasa alam raya sejak berabad-abad lamanya. Ancaman itu tidak hanya berbentuk langsung, namun juga secara tidak langsung. Sebagaimana ancaman tidak langsung dari sampah di laut yakni manusia akan merasakan adanya perubahan perilaku yang tidak disadari seperti gangguan hormon, kelainan genetik, penyakit kanker, dan juga penyakit aneh lain yang berpotensi muncul kapan saja. Sampah di laut yang mencapai angka 80 persen di antaranya berasal dari daratan dan pencemaran tersebut tak lain dan tak bukan disebabkan oleh adanya sampah plastik yang bervolume besar dari waktu ke waktu. Salah soerang peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) Muhammad Reza Cordova mengatakan bahwa pencemaran sampah di laut dirasakan sangat berbahaya karena tak hanya mengancam kesehatan saja melainkan polusi ini akan berdampak bagi keanekaragaman hayati.
Besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah plastik diharapkan menjadi perhatian dari Pemerintah Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemko Marves) mengakui bahwa sampah di laut sudah menjadi persoalan global di berbagai negara. Menteri Koordinator Bidang Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa Pemerintah berkomitmen untuk terusmengurangi persebaran sampah di laut dan hal ini diperkuat dengan Peraturan Presiden RI Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Sampah di Laut setelah resmi diterbitkan.
Akan tetapi, walaupun terdapat peraturan seperti ini sampah di laut masih belum terelakkan keberadaanya hal tersebut terjadi karena tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat yang masih berperilaku membuang sampah ke laut maupun ke sungai. Perlunya penegakan hukum yang tegas dalam usaha pengelolaan sampah juga menjadi sebuah kewajiban dan wewenang pemerintah maupun lembaga legislatif. Perlunya penegakan hukum tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat. Berikutnya, meskipun terdapat penerapan UU No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan peraturan daerah mengenai pengelolaan sampah, UU tersebut dirasa belum berjalan secara efektif dibuktikan dengan negara Indonesia yang menjadi negara peringkat ke dua penghasil sampah domestik sebesar 5,4 juta ton pertahun.
Pada Konferensi East Asia Summit (EAS) 2017 yang digelar di Bali, negara kita Indonesia mengampanyekan perang terhadap sampah plastik di lautan. Dalam konferensi tersebut Indonesia menyampaikan terkait beberapa langkah yang telah dilakukan Indonesia untuk memerangi sampah plastik di laut. Diantaranya adalah penerbitan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia dan Rencana Aksi Nasional Sampah Plastik Laut 2017-2025 (Mei 2017), Kampanye Pemberantasan Sampah Plastik Laut serta Pengurangan Produksi dan Penggunaan Kantong Plastik. Walaupun kegiatan ini cukup terlihat solutif namun hal ternyata hanya sebatas pada minoritas masyarakat yang sudah sadar, sedangkan mayoritas penggunaan plastik bagi masyarakat di lingkungan desa masih merajalela. Hal ini terjadi karena terdapat anggapan bahwa penggunaan bahan plastik adalah yang paling murah dan efisien sehingga menjadikannya enggan mengikuti gerakan tersebut.
Pada tahun 2018 melalui Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) merilis data mengejutkan bahwa tertulis sebanyak 79 persen sampah plastik di tempat pembuangan sampah terakumulasi dari segala bentuk penggunaan plastik atau plastik yang berserakan di lingkungan sekitar. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 9 persen saja sampah plastik yang dapat didaur ulang dan hanya sebanyak 12 persen yang bisa dibakar. Fakta tersebut menegaskan bahwa kesadaran masyarakat terhadap aturan yang ada serta ketegasan pemerintah masih belum berjalan maksimal. Selanjutnya pemerintah Indonesia menyusun rencana Aksi
Nasional Penanganan Sampah, dengan didukung oleh 25 kabupaten dan kota demi mengatasi masalah sampah di laut. Langkah yang ditempuh antara lain kegiatan aksi kampanye Ocean and Beach Clean Up oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) di beberapa tempat seperti di Pulau Komodo, Pulau Seribu, Pantai Canggu Bali dan Pantai Lagoon Ancol yang diharapkan juga dapat dilakukan diseluruh wilayah laut Indonesia. Disampaikan juga komitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70% pada 2025. Terkait komitmen tersebut, Indonesia bersama dengan berbagai negara anggota GPA sepakat melakukan pertemuan berkala demi mengevaluasi dan memberi rekomendasi soal efektivitas pelaksanaan GPA melalui forum Inter Governmental Review(IGR).
Selain itu, dengan mengikuti gerakan pemerintah dalam mengatasi sampah di laut, dibutuhkan kesadaran dari seluruh masyarakat sendiri terkait ancaman yang tidak berhenti menghantui dengan ide pengelolaan sampah plastik yang inovatif dan kreatif agar pelaksanaanya tepat serta memberikan dampak yang positif bagi masyarakat Indonesia kedepanya. Peraturan perundang-undangan yang sudah ada sesungguhnya sudah baik dan tepat namun dalam hal pelaksanaan masih kurang intensif yang memerlukan kajian konkrit agar dapat berjalan dengan baik dan tercapai tujuannya. Program pengolahan sampah plastik berbasis masyarakat membutuhkan adanya sosialisasi dan gerakan terstruktur dari pemerintah dimana masyarakat diberikan edukasi untuk dapat ikut andil dalam pengelolaan sampah. Solusi ini menjadi efektif bila didasarkan pada kesadaran akan pentingnya menyikapi ancaman kerusakan ekosistem akibat sampah plastik.
Kesimpulan
Penggunaan plastik dalam aktivitas manusia memanglah penyebab produksi plastik semakin meningkat. Polusi plastik yang mulanya dipandang sebagai masalah estetika belaka, kini berkat banyaknya penelitian telah menunjukkan bahwa dampak sampah plastik sangat mengancam ekosistem yang menuntut seluruh manusia mengatasinya. Plastik yang masuk ke ekosistem laut dapat mengalami degradasi baik secara oksidasi termal dengan radiasi ultraviolet, dan degradasi secara mekanik sehingga ukurannya akan menjadi kecil. Semakin kecil ukuran dari plastik akan meningkatkan kemungkinan bio-availabilitas plastik pada organismelaut.
Semoga adanya pengetahuan terkait ancaman kerusakan ekosistem akibat sampah plastik dapat menumbuhkan kesadaran manusia untuk senantiasa menjaga lingkungan. Pentingnya usaha pemerintah bersama masyarakat dengan mengerahkan segala daya upaya secara semaksimal guna memberantas keberadaan sampah plastik. Serta keberadaan kekuatan hukum tentang pengelolaan sampah dan penertiban undang- undang pengolahan sampah plastik diharapkan dapat berguna sebagai dasar hukum bagi para pengelola sampah sehingga dapat menjadi pijakan langkah yang tepat agar tidak lagi muncul sampah dari sampah.
Konsentrasi pengolahan sampah plastik dapat dilakukan bersama masyarakat berpendidikan, masyarakat umum, masyarakat peduli lingkungan, dan sebagainya. Kemudian pada tingkat sekolah menengah kejuruan terlebih pada jurusan mesin maupun tingkat Perguruan Tinggi pada sekelompok jurusan teknik diharapkan memiliki kontribusi dalam usahan menangani ancaman sampah plastik dengan menjadi salah satu penyumbang ide pembuat produk tepat guna berupa mesin-mesin pengolah sampah plastik. Misalnya mesin pencacah plastik sebagai bentuk nyata keperdulian terhadap ekosistem. Selain itu mesin ini sangat membantu menciptakan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan sampah besi menjadi mesin yang bermanfaat bagi lingkungan. Dengan demikian, hal ini menjadi trobosan yang solutif yakni “Dari sampah untuk sampah”.
Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190
Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut
ASET
SISTEM
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!