Loading
Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut
  • TENTANG KAMI
    • Latar Belakang
    • Struktur Organisasi
    • KELOMPOK KERJA
  • POJOK INOVASI
    • EKONOMI
    • TEKNOLOGI
    • KEPEMERINTAHAN
    • KEMASYARAKATAN
  • BERITA
    • BERITA
    • NEWSLETTER
  • REGULASI
  • DOKUMEN
    • DOKUMEN
    • FILE
  • KNOWLEDGE
  • GALERI
  • EVENTS
    • EPPIC
    • EUPHORIA
      • EUPHORIA FAVORIT
      • EUPHORIA 10 BESAR
      • EUPHORIA WINNER
    • FORMULA
      • FORMULA E1
      • FORMULA E2
  • PROGRAM
    • SEDEKAH SAMPAH
    • KOLEKTE SAMPAH
    • LABUAN BAJO
  • UN OCEAN CONFERENCE
    • Monitoring and Assessment
    • Global Commitments and Actions
  • Indonesian
  • English
  • Search
  • Menu

Ancaman Kerusakan Ekosistem Akibat Sampah Plastik Dan Solusinya

Karya : Mawaliatul Khasanah

Pengantar 

     Sampah yang berada di lingkungan kita bukanlah suatu pemandangan yang  indah, melainkan pemandangan yang tidak menyenangkan dan memunculkan rasa  ketidaknyamanan. Kuantitas keberadaan sampah yang begitu besar mulai dari  sampah rumah tangga, sampah industry, dan sampah lingkungan mayoritas berasal  dari bahan plastik. Menumpuknya sampah terkhusus yang berbahan plastik ini  menjadi permasalahan serius bagi kita semua. Akan tetapi, tidak semua orang  memiliki kesadaran untuk menjaga ekosistem dari ancaman masalah sampah plastik. 

     Realita akan timbunan sampah di Indonesia secara nasional mencapai 200  ribu ton per hari hal ini setara dengan angka 73 juta ton per tahun yang meliputi  sampah rumah tangga 48 persen, kawasan komersial sebesar 9 persen dan sisanya  berasal dari fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, area jalan, dan lain  sebagainya. Munculnya kegagapan masyarakat dan pemerintah dalam  menyelesaikan masalah sampah. Selain itu, adanya hukum, peraturan, dan gerakan  namun kesadaran menjaga ekosistem dari seluruh elemen sangat berpengaruh  signifikan.  

     Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyampaikan bahwa  setiap tahun sedikitnya sebanyak 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan  bermuara ke lautan. Dari jumlah tersebut, dinyatakan sebanyak 13.000 plastik  menyebar di setiap kilometer persegi setiap tahunnya. Fakta tersebut menjadikan negara Indonesia berpredikat menjadi negara ke dua di dunia dengan produksi  sampah plastik terbanyak di lautan. Hal ini dapat menjadi tolak ukur sejauh mana  usaha pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi ancaman sampah plastik  dinyatakan masih minim atau telah maksimal. Dengan demikian, diperlukan solusi  terhadap ancaman kerusakan ekosistem akibat sampah plastik. 

Pembahasan 

     Permasalahan pengolahan sampah yang memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi adalah pengolahan jenis sampah plastik. Selain itu, sampah plastik menjadi  salah satu jenis sampah yang paling berbahaya bagi ekosistem. Normalnya plastik  membutuhkan waktu hingga 1000 tahun untuk dapat didekomposisi. Sampah plastik  yang tidak diolah dan dibiarkan begitu saja akan berdampak negatif terhadap ekosistem sekitarnya, seperti pencemaran lingkungan baik di darat, laut dan udara,  bau yang kurang sedap, dan jika tidak sengaja dikonsumsi hewan seperti ikan,  kepiting, cumi-cumi, lobster dan lain sebagainya maka hal tersebut sangatlah  berbahaya. Disamping itu pertambahan penduduk disertai pola konsumsi yang  kurang bijak terhadap penggunaan benda berbahan plastik dapat menimbulkan  bertambahnya volume sampah plastik di ekosistem.

     Berkaitan dengan hal tersebut,  memunculkan jenis dan karakteristik sampah yang semakin beragam sehingga perlu  pemikiran yang serius terkait cara pengolahan sampah plastik yang tepat dan  berdayaguna bagi masyarakat. Langkah pengolahan komprehensif dan terpadu  yang dimulai dari hulu ke hilir dicitakan agar dapat memberikan manfaat secara  finansial, terlebih untuk mewujudkan ekosistem yang sehat bagi masyarakat, dan  nyaman bagi lingkungan. 

     Pencemaran akibat adanya sampah di laut, secara tidak langsung membawa  ancaman pada banyak hal yang ada di muka bumi. Termasuk ancaman ekosistem  laut terlebih kepada manusia yang menjadi penguasa alam raya sejak berabad-abad  lamanya. Ancaman itu tidak hanya berbentuk langsung, namun juga secara tidak  langsung. Sebagaimana ancaman tidak langsung dari sampah di laut yakni manusia  akan merasakan adanya perubahan perilaku yang tidak disadari seperti gangguan  hormon, kelainan genetik, penyakit kanker, dan juga penyakit aneh lain yang  berpotensi muncul kapan saja. Sampah di laut yang mencapai angka 80 persen di  antaranya berasal dari daratan dan pencemaran tersebut tak lain dan tak bukan  disebabkan oleh adanya sampah plastik yang bervolume besar dari waktu ke waktu.  Salah soerang peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu  Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) Muhammad Reza Cordova mengatakan bahwa  pencemaran sampah di laut dirasakan sangat berbahaya karena tak hanya  mengancam kesehatan saja melainkan polusi ini akan berdampak bagi  keanekaragaman hayati. 

     Besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah plastik diharapkan menjadi perhatian dari Pemerintah Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang  Kemaritiman dan Investasi (Kemko Marves) mengakui bahwa sampah di laut sudah  menjadi persoalan global di berbagai negara. Menteri Koordinator Bidang Marves  Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa Pemerintah berkomitmen untuk terusmengurangi persebaran sampah di laut dan hal ini diperkuat dengan Peraturan  Presiden RI Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Sampah di Laut  setelah resmi diterbitkan.

     Akan tetapi, walaupun terdapat peraturan seperti ini  sampah di laut masih belum terelakkan keberadaanya hal tersebut terjadi karena  tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat yang masih berperilaku membuang  sampah ke laut maupun ke sungai. Perlunya penegakan hukum yang tegas dalam  usaha pengelolaan sampah juga menjadi sebuah kewajiban dan wewenang  pemerintah maupun lembaga legislatif. Perlunya penegakan hukum tersebut  dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan  hidup yang baik dan sehat. Berikutnya, meskipun terdapat penerapan UU No.18  Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan peraturan daerah mengenai  pengelolaan sampah, UU tersebut dirasa belum berjalan secara efektif dibuktikan  dengan negara Indonesia yang menjadi negara peringkat ke dua penghasil sampah  domestik sebesar 5,4 juta ton pertahun. 

     Pada Konferensi East Asia Summit (EAS) 2017 yang digelar di Bali, negara  kita Indonesia mengampanyekan perang terhadap sampah plastik di lautan. Dalam  konferensi tersebut Indonesia menyampaikan terkait beberapa langkah yang telah  dilakukan Indonesia untuk memerangi sampah plastik di laut. Diantaranya adalah  penerbitan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia  dan Rencana Aksi Nasional Sampah Plastik Laut 2017-2025 (Mei 2017), Kampanye  Pemberantasan Sampah Plastik Laut serta Pengurangan Produksi dan Penggunaan  Kantong Plastik. Walaupun kegiatan ini cukup terlihat solutif namun hal ternyata  hanya sebatas pada minoritas masyarakat yang sudah sadar, sedangkan mayoritas  penggunaan plastik bagi masyarakat di lingkungan desa masih merajalela. Hal ini  terjadi karena terdapat anggapan bahwa penggunaan bahan plastik adalah yang  paling murah dan efisien sehingga menjadikannya enggan mengikuti gerakan tersebut. 

     Pada tahun 2018 melalui Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa  (UNEP) merilis data mengejutkan bahwa tertulis sebanyak 79 persen sampah plastik  di tempat pembuangan sampah terakumulasi dari segala bentuk penggunaan plastik  atau plastik yang berserakan di lingkungan sekitar. Dari jumlah tersebut hanya  sekitar 9 persen saja sampah plastik yang dapat didaur ulang dan hanya sebanyak  12 persen yang bisa dibakar. Fakta tersebut menegaskan bahwa kesadaran  masyarakat terhadap aturan yang ada serta ketegasan pemerintah masih belum  berjalan maksimal. Selanjutnya pemerintah Indonesia menyusun rencana Aksi

     Nasional Penanganan Sampah, dengan didukung oleh 25 kabupaten dan kota demi  mengatasi masalah sampah di laut. Langkah yang ditempuh antara lain kegiatan  aksi kampanye Ocean and Beach Clean Up oleh Kementerian Lingkungan Hidup  dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan  Kerusakan Lingkungan (PPKL) di beberapa tempat seperti di Pulau Komodo, Pulau  Seribu, Pantai Canggu Bali dan Pantai Lagoon Ancol yang diharapkan juga dapat  dilakukan diseluruh wilayah laut Indonesia. Disampaikan juga komitmen untuk  mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70% pada 2025. Terkait komitmen  tersebut, Indonesia bersama dengan berbagai negara anggota GPA sepakat  melakukan pertemuan berkala demi mengevaluasi dan memberi rekomendasi soal  efektivitas pelaksanaan GPA melalui forum Inter Governmental Review(IGR). 

     Selain itu, dengan mengikuti gerakan pemerintah dalam mengatasi sampah di  laut, dibutuhkan kesadaran dari seluruh masyarakat sendiri terkait ancaman yang  tidak berhenti menghantui dengan ide pengelolaan sampah plastik yang inovatif dan  kreatif agar pelaksanaanya tepat serta memberikan dampak yang positif bagi  masyarakat Indonesia kedepanya. Peraturan perundang-undangan yang sudah ada  sesungguhnya sudah baik dan tepat namun dalam hal pelaksanaan masih kurang  intensif yang memerlukan kajian konkrit agar dapat berjalan dengan baik dan  tercapai tujuannya. Program pengolahan sampah plastik berbasis masyarakat  membutuhkan adanya sosialisasi dan gerakan terstruktur dari pemerintah dimana  masyarakat diberikan edukasi untuk dapat ikut andil dalam pengelolaan sampah.  Solusi ini menjadi efektif bila didasarkan pada kesadaran akan pentingnya menyikapi  ancaman kerusakan ekosistem akibat sampah plastik. 

Kesimpulan 

     Penggunaan plastik dalam aktivitas manusia memanglah penyebab produksi  plastik semakin meningkat. Polusi plastik yang mulanya dipandang sebagai masalah  estetika belaka, kini berkat banyaknya penelitian telah menunjukkan bahwa dampak  sampah plastik sangat mengancam ekosistem yang menuntut seluruh manusia  mengatasinya. Plastik yang masuk ke ekosistem laut dapat mengalami degradasi  baik secara oksidasi termal dengan radiasi ultraviolet, dan degradasi secara  mekanik sehingga ukurannya akan menjadi kecil. Semakin kecil ukuran dari plastik  akan meningkatkan kemungkinan bio-availabilitas plastik pada organismelaut.

     Semoga adanya pengetahuan terkait ancaman kerusakan ekosistem akibat  sampah plastik dapat menumbuhkan kesadaran manusia untuk senantiasa menjaga  lingkungan. Pentingnya usaha pemerintah bersama masyarakat dengan  mengerahkan segala daya upaya secara semaksimal guna memberantas  keberadaan sampah plastik. Serta keberadaan kekuatan hukum tentang  pengelolaan sampah dan penertiban undang- undang pengolahan sampah plastik  diharapkan dapat berguna sebagai dasar hukum bagi para pengelola sampah  sehingga dapat menjadi pijakan langkah yang tepat agar tidak lagi muncul sampah  dari sampah. 

     Konsentrasi pengolahan sampah plastik dapat dilakukan bersama  masyarakat berpendidikan, masyarakat umum, masyarakat peduli lingkungan, dan  sebagainya. Kemudian pada tingkat sekolah menengah kejuruan terlebih pada  jurusan mesin maupun tingkat Perguruan Tinggi pada sekelompok jurusan teknik  diharapkan memiliki kontribusi dalam usahan menangani ancaman sampah plastik  dengan menjadi salah satu penyumbang ide pembuat produk tepat guna berupa  mesin-mesin pengolah sampah plastik. Misalnya mesin pencacah plastik sebagai  bentuk nyata keperdulian terhadap ekosistem. Selain itu mesin ini sangat membantu  menciptakan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan sampah besi menjadi  mesin yang bermanfaat bagi lingkungan. Dengan demikian, hal ini menjadi trobosan  yang solutif yakni “Dari sampah untuk sampah”.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

+20
Post Views: 1,513

Berita Terbaru

  • mikroplastikPencamaran Sampah Mikroplastik di Teluk Jakarta Meningkat 10 kali Lipat Semasa PandemiAugust 4, 2022 - 14:47
  • Buang Sampah dapat Uang, Cukup Klik Aplikasi Jemput SampahJuly 27, 2022 - 12:00
  • Eps 02 – Yuk Bikin Kompos dari Sampah Rumah Tangga – Berkebun Di RumahJuly 4, 2022 - 22:40
  • Ubah Sampah Jadi Bahan Bakar Kompor GasJuly 3, 2022 - 23:22
  • Warna-warni Tempat Sampah Ada Artinya, Tahukah?July 3, 2022 - 23:15

Artikel Inovasi & Berita Terpopuler

  • Dampak Sampah Plastik Terhadap Ekosistem Laut : Manusia Jangan ... posted on August 2, 2021
  • Ancaman Kerusakan Ekosistem Akibat Sampah Plastik Dan Solusinya posted on August 2, 2021
  • Ancaman Kerusakan Ekosistem Akibat Sampah plastik Dan Solusinya posted on August 2, 2021
  • Eco Pavings, Paving Block dari Sampah posted on August 9, 2020
  • Peran Pemuda Untuk Indonesia Merdeka Dari Sampah Plastik posted on August 2, 2021
  • Pembakaran Sampah Tanpa Asap Inovasi Pembakaran Sampah Tanpa Asap (PESTA) dari Desa Lembuak posted on December 19, 2020
  • Sendy Dan Sampah Plastik posted on August 1, 2021
  • Sampah Plastik: Lawan Atau Kawan? posted on August 2, 2021

Events Calendar

No event found!

Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190

sekretariattknpsl@gmail.com

Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut

HALAMAN

  • Tentang Kami
  • Sampah Laut
  • Berita
  • Pojok Inovasi
  • Pariwisata
  • Kontak Kami

CAMPAIGN

  • Bank Sampah
  • Pilah Sampah Dari Rumah
  • Kode Etik Sampah Plastik

ASET

  • Dokumen
  • Regulasi
  • Galeri
  • Stakeholder

SISTEM

  • Sistem Pelaporan
  • Data Sampah

INSTITUSI TERKAIT

0
Post Views: 0
Merdeka Dari Sampah Plastik Urgensi Ekonomi Sirkular Dalam Penanganan Sampah Plastik
Scroll to top

Labuhan Bajo

Labuan Bajo berada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur. Di tengah berkembangnya pariwisata Indonesia, Labuan Bajo merupakan salah satu destinasi yang paling terkenal saat ini terutama bagi mereka yang menyukai kawasan laut dan pantai. Labuan Bajo memiliki lanskap alam yang sangat indah, laut yang berwarna biru, serta panorama yang beragam mulai dari kawasan pantai hingga perbukitan.

Selain terkendal dengan salah satu hewan endemiknya yaitu Komodo, Labuan Bajo juga menyediakan banyak daya tarik lain yang patut dikunjungi oleh para wisatawan. Mulai dari gugusan Pulau Padar, Rinca, dan Komodo, Pantai Pink, hingga desa tradisional di kawasan Wae Rebo, semuanya menawarkan keindahan dan keunikan masing-masing.

Labuan Bajo dirancang untuk menjadi salah satu kawasan “Bali Baru” bersama dengan 4 tujuan wisata lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia juga menjadikan wilayah ini salah satu prioritas karena akan digelar pertemuan G20 dan ASEAN Summit pada 2023 mendatang. Oleh karenanya, persiapan mulai dari pembangunan infrastruktur yang menunjang hingga aspek kebersihan seperti penanganan sampah laut mulai dan akan terus dilakukan.

Dalam Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (RAN PSL), Labuan Bajo juga menjadi salah satu kawasan yang banyak menjadi fokus. Berbagai Kementerian/Lembaga banyak yang mengadakan kegiatan terkait penanganan sampah laut, mulai dari pelatihan, aksi bersih laut dan pantai, penyediaan Pusat Daur Ulang, hingga penguatan regulasi.