Peduli Sampah Nasional, BRIN Tawarkan Teknologi Hasil Riset
Jakarta, InfoPublik – Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN, Haznan Abimanyu, menegaskan BRIN ikut serta dalam memahamkan masyarakat dalam pengelolaan sampah di skala rumah tangga, skala Kawasan dan kota. Sebagai contoh, pelatihan-pelatihan kepada masyarakat bagaimana 3R (reduce, reuse, recycle) yang terintegrasi pada sirkular ekonomi.
Pengelolaan sampah menjadi kompos, pengelolaan sampah menjadi Refused Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar alternatif, sampai dengan Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).
Dalam tataran kebijakan, Haznan menyebutkan, BRIN dilibatkan oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah daerah (propinsi/kota/kabupaten), dan instansi terkait dalam pembahasan-pembahasan permasalahan sampah nasional maupun daerah.
Dikatakan Haznan, beberapa produk riset BRIN terkait pengelolaan sampah untuk pengurangan dan pemanfaatan sampah baik sampah medis maupun sampah non medis. Untuk sampah medis, BRIN telah melakukan riset Alat Penghancur Jarum Suntik (APJS) generasi II yang kompak, murah, dan mudah dipakai dan dirawat, serta membutuhkan komsumsi listrik sangat rendah.
“Selain itu, BRIN juga mengembangkan Incenerator Sampah Infeksius COVID-19 Skala Kecil untuk Pabrik dan Perkantoran, Teknologi Bersih Pengolahan Sampah dengan Incinerator-Plasma, Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan Plasma Nanobubble, Metode Daur Ulang Plastik Medis dengan Rekristalisasi, dan Daur Ulang Limbah Masker,” kata Haznan, dalam keterangan tertulisnya, pada Selasa (21/2/2023).
Selanjutnya, terkait sampah non medis, BRIN sedang mengembangkan alat pengolahan sampah plastik menjadi BBM pada skala komersial/industri (1 – 10 ton sampah plastik/hari). “Alat itu bahan bakarnya sampah juga, jenis sampah mudah terbakar non-plastik. Jadi alat ini dapat mengurangi 2 jenis sampah sekaligus. Dengan menerapkan teknologi ini, 20 persen berat sampah atau 48 persen volume sampah dapat dikurangi, dan akan menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) bagi daerah yang menerapkannya,” ungkap Haznan.
Baca Juga: Mixed waste sorting systems prior to incineration not the silver bullet
Saat ini, BRIN tengah bekerja sama dengan mitra, mengembangkan teknologi Organic Rackine Cycle dengan memanfaatkan panas buang incinerator berbasis Hydrodrive untuk Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) skala 30 ton/hari untuk menghasilkan listrik. BRIN juga sedang memperkuat strategi management sampah yang optimal di masyarakat. “Kuncinya adalah pemilahan sampah dari sumbernya. Dari eksperimen kami, dengan mengimbau 70 persen masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam memilah sampah. Hasil eksperimen kami lainnya adalah bahwa seorang pekerja per hari dapat memungut dan memilah sampah untuk 250 kepala keluarga,” urainya.
BRIN juga sudah mendaftarkan paten, alat pengolah sampah organik (Lahsamor), yang dapat mengolah sampah organik di level rumah tangga, yang tidak bau, mudah dioperasikan, dan tidak memerlukan tambahan aditif ketika mengolahnya. Alat ini cukup diisi dengan 5 kg kompos lama sebagai starter, dan cukup tiap hari diputar manual sebanyak 5 kali. “Jika dibuat secara massal, alat ini bisa diproduksi dengan biaya Rp.500.000,-/buah. Apabila dibagikan ke setiap rumah di Indonesia, maka sampah yang diurusi oleh Pemda tinggal sampah yang kering dan bernilai kalor tinggi, yang mudah untuk diolah,” rincinya.
Evaluasi PLTSa di TPA Bantargebang
PLTSa dibangun sejak 2018 dan selesai pada 2019. Pada 2019 dilakukan commissioning dan diresmikan oleh Menko Maritim Bapak Luhut B Panjaitan. Selanjutnya, pada 2020 sampai dengan 2022 PLTSa dioperasikan oleh DKI Jakarta cq Dinas Lingkungan Hidup dengan didampingi oleh BRIN. Jadi artinya sampai saat ini, PLTSa beroperasi sudah 4 (empat) tahun lebih.
PLTSa Merah Putih, merupakan PLTSa pertama di Indonesia yang beroperasi secara kontinyu. PLTSa yang di desain, konstruksi, pengoperasian oleh putra putri Indonesia. “Performance hingga saat ini masih bagus ditandai dengan parameter-parameter desain masih terpenuhi,” tandasnya.
Hal itu dibuktikan dengan emisi yang masih di bawah baku mutu yang ditetapkan KLHK untuk pembakaran sampah. PLTSa Merah putih sampai saat ini masih menjadi tempat untuk studi banding dari pemda lain, tempat belajar bagi mahasiswa magang, kuliah lapangan sampai dengan masyarakat DKI untuk melihat dari dekat proses pengolahan sampah secara terintegrasi.
PLTSa, menurut Haznan, utamanya adalah untuk memusnahkan sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan, secara cepat dan ramah lingkungan dan Energi listrik yang terjadi merupakan bonus. Selain itu, ia menekankan bahwa PLTSa yang dipakai yang berbahan bakar sampah tidak dipilah, sangat sulit untuk menghasilkan listrik secara optimal. “PLTSa yang dibangun ini adalah fasilitas untuk membakar sampah kering yang sudah sudah dipilah,” tuturnya.
Baca Juga: Target KLHK: Daerah Di Indonesia Bersih Dari Sampah Dan Zero Emisi Pada Sektor Sampah
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan menurutnya adalah mengedukasi dan menegakkan peraturan agar masyarakat memilah sampah menjadi 5 bagian : Sampah organik, sampah bisa didaur ulang, sampah plastik, sampah mudah terbakar non plastik, dan sampah residu. PLTSa ini dimanfaatkan untuk mengolah sampah mudah terbakar non-plastik.
“PLTSa di Bantargebang sudah berhasil, tapi belum optimal. PLTSa tersebut masih skala pilot plant skala kecil. Agar lebih optimal maka perlu dibangun skala besar, dan yang tak kalah penting juga masyarakat harus dilibatkan untuk melakukan memilah sampah,” tandasnya.
Ia menjelaskan, sampah yang tercampur dengan sampah organik yang basah, sangat sulit untuk dibakar dan menghasilkan listrik. Sampah organik ini dapat dijadikan makanan maggot, dan maggot bisa dimanfaatkan untuk makanan ayam dan lele.
Menurutnya, PLTSa Bantargebang dapat diterapkan di setiap kota, yang menerapkan strategi pilah sampah. Tanpa itu, ia menegaskan, PLTSa di manapun di Indonesia sangat sulit dikembangkan secara ekonomis. “Alam Indonesia yang berada di daerah tropis kondisinya bercurah hujan tinggi dan kelembaban tinggi, membuat sampah-sampah di Indonesia berinilai kalor rendah. Hal ini berbeda dengan sampah-sampah dari negera sub tropis yang bercurah rendah dan kelembaban yang rendah,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di https://infopublik.id/ dengan judul “Peduli Sampah Nasional, BRIN Tawarkan Teknologi Hasil Riset”,
Klik untuk baca: https://infopublik.id/kategori/nasional-sosial-budaya/714262/peduli-sampah-nasional-brin-tawarkan-teknologi-hasil-riset
By infopublik.id
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!