Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190
Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut
ASET
SISTEM
[convertful id="73132"]
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Marieska Harya Virdhani
(01 September 2020)
JawaPos.com – Sampah masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah melebihi kapasitas di sejumlah daerah, bisa menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Dua peneliti dari Sekolah Tinggi Teknologi (STT) PLN, Supriadi Legino dan Sony Jatmika Sunda Jaya memanfaatkan bakteri untuk mengolah sampah dengan metode peuyemisasi.
Dalam Webinar Green Campaign Safari TOSS, Selasa (1/9), kedua peneliti sudah membuat konsep pada 2002 kemudian dilakukan berbagai uji coba. Sampah-sampah itu diurai oleh bakteri Bacillus sp, Lactobacillus, Azeto-bacter, dan ragi, ditambah inframerah sinar matahari dengan konsep Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS).
Melalui metoda peuyeumisasi (biodrying), bau tak sedap dari sampah akan hilang dan mengering dalam waktu 3-7 hari (tergantung material sampah). Menurut salah satu peneliti, Supriadi, perubahan paradigma pemilahan sampah tersebut dilakukan di mana seluruh sampah dimasukkan ke dalam box bambu berukuran 2 x 1,25 x 1,25 m3 yang mampu menampung sampah 500 kg hingga 1 ton sampah. Setelah sampah tidak bau dan sudah mengering, maka akan mudah bagi petugas sampah untuk memilah sampah organik, biomassa, plastik (PVC dan Non PVC), serta residu.
Supriadi yang juga aktif di Comestoarra menambahkan bahwa TOSS dengan metoda peuyeumisasi (Biodrying) adalah suatu konsep yang terinspirasi dari alam. Pemilihan material bambu yang identik dengan masyarakat Indonesia, ukuran box peuyeum yang agronomis.
“Mengolah dengan penggunaan bioaktivator yang memanfaatkan bakteri untuk mengolah sampah yang merupakan suatu proses yang terinspirasi dari alam,” paparnya.
Dalam acara yang sama, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang mengatakan pihak industri juga tergerak untuk peduli dengan lingkungan termasuk dalam pengelolaan sampah menjadi sumber bahan baku energi. Sehingga sampah bisa memiliki nilai yang secara langsung juga mendorong terbangunnya ekonomi sirkular.
“Sehingga diharapkan akan mampu memberikan dampak positif yang lebih besar dalam upaya mengurangi sampah yang belakangan ini kian menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat secara luas.
Ketua Badan Eksekutif Gerakan Ciliwung Bersih (GCB) Peni Susanti mengatakan, kapasitas Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (TPA) di sejumlah wilayah semakin kritis. Bahkan sejumlah TPA mengalami bencana seperti longsor yang terjadi di TPA Cipeuncang, Tanggerang Selatan pada awal 2020 dan kebarkaran TPA yang terjadi di Putri Cempo, Solo di Akhir 2019.
Peni menambahkan bahwa, keberadaan TPS-3R dan Bank Sampah juga belum optimal karena masyarakat belum mampu melakukan pemilahan sampah di sumber. Bahkan tidak jarang, sampah dibuang ke sungai atau kali sehingga menimbulkan pencemaran terutama di sektor hilir.
“Perlu sosialisasi dan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat agar mampu melakukan pemilahan sampah di sumber,” tutup Peni.
Artikel ini telah tayang di jawapos.com dengan judul “Olah Sampah dari Bakteri, Peneliti Gunakan ‘Peuyeumisasi’ Agar Tak Bau”,
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190
Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut
ASET
SISTEM
You can see how this popup was set up in our step-by-step guide: https://wppopupmaker.com/guides/auto-opening-announcement-popups/
Labuan Bajo berada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur. Di tengah berkembangnya pariwisata Indonesia, Labuan Bajo merupakan salah satu destinasi yang paling terkenal saat ini terutama bagi mereka yang menyukai kawasan laut dan pantai. Labuan Bajo memiliki lanskap alam yang sangat indah, laut yang berwarna biru, serta panorama yang beragam mulai dari kawasan pantai hingga perbukitan.
Selain terkendal dengan salah satu hewan endemiknya yaitu Komodo, Labuan Bajo juga menyediakan banyak daya tarik lain yang patut dikunjungi oleh para wisatawan. Mulai dari gugusan Pulau Padar, Rinca, dan Komodo, Pantai Pink, hingga desa tradisional di kawasan Wae Rebo, semuanya menawarkan keindahan dan keunikan masing-masing.
Labuan Bajo dirancang untuk menjadi salah satu kawasan “Bali Baru” bersama dengan 4 tujuan wisata lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia juga menjadikan wilayah ini salah satu prioritas karena akan digelar pertemuan G20 dan ASEAN Summit pada 2023 mendatang. Oleh karenanya, persiapan mulai dari pembangunan infrastruktur yang menunjang hingga aspek kebersihan seperti penanganan sampah laut mulai dan akan terus dilakukan.
Dalam Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (RAN PSL), Labuan Bajo juga menjadi salah satu kawasan yang banyak menjadi fokus. Berbagai Kementerian/Lembaga banyak yang mengadakan kegiatan terkait penanganan sampah laut, mulai dari pelatihan, aksi bersih laut dan pantai, penyediaan Pusat Daur Ulang, hingga penguatan regulasi.