Dampak Bakar Sampah di Jabodetabek Nyaris Setara Karhutla di Kalimantan
Jakarta – Wasteforchange Alam Indonesia (Waste4change) bersama Yayasan Udara Anak Bangsa (Bicara Udara) membeberkan hasil riset dampak bakar sampah di ruang terbuka di Jabodetabek, yang ternyata nyaris setara dengan kebakaran hutan di Kalimantan pada 2021.
Recycling Supply Chain Specialist Waste4Change Lathifah A Mashudi, Rabu (1/3/2023), mengungkapkan pembakaran sampah yang tak terkontrol hingga mencapai 240,25 Gg/tahun. Dari aktivitas tersebut, dihasilkan emisi karbon mencapai 12.627,34 Gg/tahun atau hampir setara pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan pada 2021 yang mencapai 14.280 Gg/tahun.
“Sebagaimana dikutip dari data KLHK dalam situs Katadata,” kata Lathifah dalam keterangan tertulis. Hasil riset itu disampaikan melalui webinar berjudul Waste4Change Insight: Menelusuri Aktivitas Pembakaran Sampah Terbuka di wilayah Jabodetabek.
Lebih lanjut Lathifah menjelaskan pelaku pembakaran sampah terbagi dalam tiga kategori utama, yaitu pelaku individu yang melakukan pembakaran sampah atas kemauan sendiri, pelaku individu yang diperintah melakukan pembakaran sampah, dan pelaku bisnis.
“Kegiatan pembakaran sampah yang tidak terkontrol seperti ini diperkirakan memberikan kontribusi emisi CO2 sebesar 9,42% terhadap emisi GRK nasional dari sektor pengelolaan sampah. Kegiatan yang setara dengan membakar hutan seluas 108.825 ha,” jelasnya.
Dia juga membeberkan dampak yang dirasakan oleh 1.432 responden non-pelaku terdampak pembakaran sampah. Di antaranya gangguan kesehatan pernapasan, kulit dan mata serta berkurangnya visibilitas atau jarak pandang. Aktivitas bakar sampah ilegal juga berpotensi menyebabkan pencemaran udara, air, dan tanah, serta kebakaran lahan dan perubahan iklim.
“Meski begitu, kami melihat masih banyak pihak-pihak yang tanpa ragu membakar sampah meskipun sudah ada aturan yang mengatur hal tersebut. Untuk itu, masyarakat dapat bantu mencegah terjadinya aktivitas pembakaran sampah dengan coba menegur terlebih dahulu baru kemudian melapor ke pihak atau layanan pengaduan tersedia agar dapat langsung dilakukan tindakan yang tepat.” ujarnya.
Baca Juga: Beban TPA Benowo Makin Berat, Tembus 1.600 Ton Sampah per Hari!
Sementara itu, Community Specialist Bicara Udara, Primadita Rahma, menyebut aturan dan kebijakan soal pencegahan pembakaran sampah telah ada di banyak daerah, salah satunya di Jabodetabek. Namun, penerapan aturan itu perlu pengawasan langsung.
Primadita lalu menilai semua pihak harus berperan aktif. Dia juga berharap Pemerintah lebih meningkatkan ketersediaan akses ke pelayanan dan fasilitas persampahan kepada warga, menggalakkan sosialisasi larangan membakar sampah, melakukan penegakan hukum, serta bekerja sama dengan pihak lainnya dalam hal pengumpulan sampah sehingga aktivitas membakar sampah dapat dicegah.
“Pembakaran sampah masih banyak dilakukan. Padahal tindakan ini jelas berkontribusi dalam pencemaran udara dan bahkan pohon tidak mampu menyerap partikel seperti PM10 dan PM2.5 yang ditimbulkan,”ujar Primadita.
Bicara Udara juga menyediakan kanal Lapor Bakar Sampah, sebagai wadah bagi non-pelaku yang merasa dirugikan dari pembakaran sampah, juga sebagai langkah nyata untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya membakar sampah.
Sementara Plt Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Kesehatan kerja dan Olahraga Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr Aris Nurzamzami menyampaikan pembakaran sampah juga menghasilkan senyawa karsinogenik, selain senyawa berbahaya bagi lingkungan. Aris menuturkan 1 ton sampah organik menghasilkan 9 kilo partikel padat yang mengandung senyawa hidrokarbon berbahaya.
“Polutan udara seperti CO, SO2, O3, HC, CH4, N2O serta PM10 dan PM2,5 adalah contoh emisi yang timbul dari aktivitas Pembakaran sampah. Berbahaya dan beracun, bisa menimbulkan penyakit berupa kanker hingga gangguan pertumbuhan fisik dan sistem saraf bagi yang baik sengaja atau tidak menghirup asap pembakaran,” jelas dr Aris.
Sementara Teknis Ahli Pengawasan dan Penaatan Hukum Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Ria Triany menyatakan aktivitas pembakaran sampah ini juga melanggar Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Perda itu juga mengatur penetapan sanksi administratif berupa uang paksa sebesar Rp 500,000 bagi siapapun yang mengelola sampah dengan tidak tepat, salah satunya yaitu membakar sampah.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri sejak 10 tahun regulasi itu berjalan, masih ada kegiatan pembakaran sampah yang dilakukan di wilayah administratif DKI Jakarta.
“Pada tahun 2022, hanya Kepulauan Seribu yang dilaporkan tidak ada kegiatan pembakaran sampah, sedangkan masih ditemukan di daerah lainnya. Sampah adalah polusi, tapi kita bisa menjadi bagian dari solusi untuk menentukan bagaimana sampah tersebut mau ditangani.” ujar Ria.
Kendati demikian, aktivitas pembakaran sampah secara terbuka masih umum dijumpai di wilayah Jabodetabek karena beberapa alasan. Alasan paling umum yang diungkapkan adalah mudah dan tersedianya akses atau lahan untuk membakar sampah, kebiasaan yang telah dianggap ‘lumrah’ oleh lingkungan sekitar, area tempat tinggal tidak terlayani layanan angkut sampah, tidak mengetahui dan memahami adanya larangan dan bahaya dari pembakaran sampah, enggan membayar iuran, dan dianggap sebagai cara cepat untuk menghilangkan sampah.
Artikel ini telah tayang di https://news.detik.com/ dengan judul “Dampak Bakar Sampah di Jabodetabek Nyaris Setara Karhutla di Kalimantan”,
Klik untuk baca: https://news.detik.com/berita/d-6594501/dampak-bakar-sampah-di-jabodetabek-nyaris-setara-karhutla-di-kalimantan
By news.detik.com
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!