Temuan LIPI soal Sampah Medis di Teluk Jakarta
/0 Comments/in Berita/by adminNgeri! Ikan, Kerang dan Udang di Pesisir Utara Jatim Tercemar Mikroplastik
By kompas.com
(7 Januari 2021)
KOMPAS.com – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi merilis hasil monitoring sampah medis semasa pandemi Covid-19.
Pusat Penelitian Oseanografi berkolaborasi dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Terbuka berhasil mengidentifikasi sampah-sampah yang menuju Teluk Jakarta melalui sungai Marunda dan Cilincing selama Maret hingga April 2020.
Hasil riset tersebut menunjukkan, jumlah sampah secara umum meningkat sebesar 5 persen, namun mengalami penurunan berat sebesar 23-28 persen. Hal ini menguatkan indikasi perubahan komposisi sampah semasa pandemi, yaitu meningkatnya sampah berbahan plastik yang relatif lebih ringan.
Baca Juga : Pemprov Siapkan Lahan untuk Pusat Industri Pengolahan Sampah
Sampah plastik sendiri mendominasi muara sungai sebanyak 46-57 persen dari total sampah yang ditemukan.
Sementara itu, riset tersebut juga mencatat kehadiran sampah alat pelindung diri (APD), seperti masker medis, sarung tangan, pakaian hazmat, pelindung wajah, dan jas hujan, yang jumlahnya sangat mencolok dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Sampah APD tersebut menyumbang 15-16 persen dari sampah di muara sungai Marunda dan Cilincing. Hasil riset lengkap Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dapat dibaca dan diunduh pada tautan berikut:
Baca Juga : Ngeri! Ikan, Kerang dan Udang di Pesisir Utara Jatim Tercemar Mikroplastik
Ada kemungkinan sampah medis membawa patogen Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Muhammad Reza Cordova mengatakan, selama pandemi Covid-19, manajemen sampah baik di Indonesia maupun secara global, mengalami gangguan, terlebih dengan diberlakukannya lockdown dan pembatasan aktivitas.
“Pengelolaan sampah di Indonesia itu secara umum masih belum optimal. Tanpa adanya Covid-19 pun, kemarin kita sudah agak keteteran, apalagi dengan kondisi yang sekarang,” kata Reza saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/1/2021).
Reza mengatakan, ada beberapa dampak, baik jangka pendek maupun menengah, yang diperkirakan bisa timbul karena adanya kebocoran sampah medis di lautan.
“Dari jangka pendek, pertama adalah sampah ini kemungkinan bisa membawa patogen. Kalau berdasarkan berbagai hasil riset, ketika virusnya (Covid-19) masuk ke dalam air tawar, itu masih bisa bertahan antara 2 sampai 13 hari, bahkan ada yang menyebutkan sampai 14 hari,” kata Reza.
“Cuma memang kalau yang sudah masuk ke laut, itu masih perlu penelitian secara detail. Nah yang di Indonesia bagaimana? Karena kan kita punya strain (virus) sendiri ini yang terpisah, itu yang kami belum tahu,” imbuhnya.
Reza mengatakan, meski kemungkinan adanya patogen dari sampah medis yang bocor di laut masih belum pasti, namun dalam situasi pandemi seperti saat ini,
setiap kemungkinan yang ada harus dilihat dari sisi terburuknya terlebih dahulu, sehingga bisa dilakukan langkah manajemen yang tepat.
Baca Juga : DPRD mendorong program pengolahan sampah setiap kabupaten/kota di DIY
Potensi meningkatnya mikroplastik di laut Reza mengatakan, dalam jangka menengah, kebocoran sampah medis yang sebagian besar berbahan plastik, berpotensi meningkatkan mikroplastik yang ada di laut.
“Sebagian besar dari sampah APD yang ditemukan itu adalah masker. Baik itu masker medis, kain, maupun scuba. Nah itu kan semuanya plastik sebenarnya,” ujar Reza. “Kecuali mungkin yang kainnya itu betul-betul katun ya, tapi kan itu jarang.
Kebanyakan kalau masker kain sekarang bahannya adalah polyester. Nah dia akan lebih cepat lepas, lebih cepat lagi adalah yang dari masker medis berbahan polymer,” kata Reza melanjutkan.
Reza mengatakan, berdasarkan keterangan dari beberapa koleganya di Thailand, Amerika Serikat, dan Inggris, terjadi lonjakan polymer yang sama dengan yang ada di masker medis, ketika dilakukan monitoring sampah di lautan.
“Kalau misalnya terjadi kebocoran (sampah medis) bukan tidak mungkin menjadi sumber mikroplastik yang baru dibandingkan dari yang lama,” kata Reza. “Kita khawatirkan seperti itu.
Mikro-plastik sendiri kalau berdasarkan penelitian kami sebenarnya relatif rendah di Indonesia, tapi kita memang sampah (plastik) besar yang utama,” imbuhnya.
Baca Juga : Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Bahaya mikroplastik bagi makhluk hidup Mengutip laman Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, mikroplastik adalah zat plastik berukuran sangat kecil, bahkan tak lebih dari beberapa mikron, yang mulai mengancam kesehatan lingkungan serta biota laut di perairan Indonesia.
Ketika plastik berubah menjadi mikroplastik, biota laut seperti plankton dapat memakan zat tersebut. Plankton yang kemudian dimakan oleh ikan dan ikan itu nantinya akan dimakan oleh manusia.
Hal ini membuat mikroplastik yang awalnya berada di plankton bisa berpindah ke makhluk lain seperti ikan dan manusia. Meski belum diketahui secara pasti dampaknya bagi manusia, riset yang dilakukan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI menemukan sesuatu yang mengkhawatirkan.
Hasil riset itu menemukan bahwa hewan yang mengonsumsi mikroplastik mengalami tumor pada bagian saluran pencernaan. Hal ini menjadi indikasi bahwa plastik berdampak buruk pada biota.
Baca Juga : Selamatkan Lingkungan dari Sampah Terkecil: Puntung Rokok
Mencegah pencemaran sampah medis Reza mengatakan, ada beberapa opsi yang bisa ditempuh pihak berwenang untuk mengurangi potensi kebocoran sampah medis di sungai dan laut.
Pertama adalah melakukan daur ulang sampah tersebut, dan yang kedua adalah dengan cara pemusnahan sampah medis. “Ada kemungkinan me-recycle kembali sampah yang memang bisa di-recycle.
Tetapi itu butuh disinfeksi yang sangat bagus dulu, baru kemudian bisa di-recycle,” kata Reza. “Alternatifnya adalah dimusnahkan. Pemusnahannya dengan cara apa? Sebenarnya banyak, ada pakai autoclave, pakai incinerator,” imbuhnya.
Namun, Reza mengatakan bahwa pemusnahan sampah medis tidak bisa dilakukan sembarangan. Misalnya pemusnahan dengan incinerator, harus dilakukan dengan suhu lebih dari 1.000 derajat celcius.
“Kalau kurang dari 1.000 derajat, dia malah bisa menghasilkan dioksin. Jadi bumerang malahan,” ujar dia. Dioksin adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari pembakaran sampah plastik tidak sempurna, dan memiliki potensi racun bagi beberapa organ serta sistem tubuh.
Oleh karena itu, Reza mengatakan perlu adanya persiapan infrastruktur yang mumpuni untuk melakukan pengelolaan sampah medis, baik dengan cara daur ulang maupun pemusnahan.
Sedangkan bagi masyarakat, Reza mengingatkan untuk memilah sampah medis, seperti masker, dan memisahkannya dari sampah rumah tangga.
“Kita memang harus edukasi terus tentang hal itu, kemudian kita juga harus kerja sama, katakanlah dengan Pemerintah Daerah (Pemda),” kata dia.
Reza mengatakan, Pemda memiliki peran penting untuk memastikan sampah medis tidak diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berisi sampah umum.
“Jangankan yang ada di sungai, yang ada di TPA pun, sampah APD, masker itu kan masih ditemukan. Padahal sebenarnya tidak boleh (diangkut) ke arah TPA, harus penanganan khusus,” kata Reza.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Temuan LIPI soal Sampah Medis di Teluk Jakarta, seperti Apa Dampak dan Bagaimana Cara Mencegahnya?”,
Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/06/080500865/temuan-lipi-soal-sampah-medis-di-teluk-jakarta-seperti-apa-dampak-dan?page=3.
Penulis : Jawahir Gustav Rizal
Editor : Sari Hardiyanto
Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190
Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut
ASET
SISTEM
You can see how this popup was set up in our step-by-step guide: https://wppopupmaker.com/guides/auto-opening-announcement-popups/
Labuan Bajo berada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur. Di tengah berkembangnya pariwisata Indonesia, Labuan Bajo merupakan salah satu destinasi yang paling terkenal saat ini terutama bagi mereka yang menyukai kawasan laut dan pantai. Labuan Bajo memiliki lanskap alam yang sangat indah, laut yang berwarna biru, serta panorama yang beragam mulai dari kawasan pantai hingga perbukitan.
Selain terkendal dengan salah satu hewan endemiknya yaitu Komodo, Labuan Bajo juga menyediakan banyak daya tarik lain yang patut dikunjungi oleh para wisatawan. Mulai dari gugusan Pulau Padar, Rinca, dan Komodo, Pantai Pink, hingga desa tradisional di kawasan Wae Rebo, semuanya menawarkan keindahan dan keunikan masing-masing.
Labuan Bajo dirancang untuk menjadi salah satu kawasan “Bali Baru” bersama dengan 4 tujuan wisata lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia juga menjadikan wilayah ini salah satu prioritas karena akan digelar pertemuan G20 dan ASEAN Summit pada 2023 mendatang. Oleh karenanya, persiapan mulai dari pembangunan infrastruktur yang menunjang hingga aspek kebersihan seperti penanganan sampah laut mulai dan akan terus dilakukan.
Dalam Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (RAN PSL), Labuan Bajo juga menjadi salah satu kawasan yang banyak menjadi fokus. Berbagai Kementerian/Lembaga banyak yang mengadakan kegiatan terkait penanganan sampah laut, mulai dari pelatihan, aksi bersih laut dan pantai, penyediaan Pusat Daur Ulang, hingga penguatan regulasi.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!