Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190
Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut
Penulis : David Mawindra (13 Agustus 2020)
Teknologi canggih dari Belanda diadopsi di Indonesia untuk membersihkan sampah-sampah di sungai agar tidak berakhir ke laut. Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan “Kita ingin di banyak sungai dipasang alat RCS ini, misalnya seperti di Teluk Jakarta, kita mungkin bisa gunakan juga beberapa dan itu akan sangat membantu membersihkan sampah plastik ke laut,” ujar Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan seusai melakukan peresmian RCS di Cengkareng Drain, Jakarta Utara.
Dalam upaya mengurangi sampah di laut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK) dan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) bekerjasama dengan Kerajaan Belanda untuk mengatasi permasalahan sampah laut. Kerjasama tersebut dilakukan dengan uji coba teknologi River Cleaning-up System (RCS) yang diyakini memiliki efektivitas besar untuk mengurangi jumlah sampah sebelum sampai ke laut.
Penggunaan alat RCS pada saat ini dilakukan di Cengkareng Drain sebagai uji coba dan juga percontohan untuk menguji keefektivitasan teknologi tersebut dalam menangani permasalahan sampah, khususnya sampah plastik, yang biasanya bera ke lautan lepas. Teknologi River Cleaning-up System ini juga diketahui sangat ramah lingkungan karena menggunakan tenaga listrik yang berasal dari panel surya atau solar cell. Teknologi ini bekerja dengan mengekstraksi sampah yang mengalir pada sungai, lalu menampungnya pada kantong besar untuk dibawa ke tepian sungai kemudian diangkut ke tempat pembuangan sampah untuk dipilah dan didaur ulang. Alat ini juga diyakini dapat menampung sampah seberat 30 ton per hari, sehingga tentunya sangat efektif untuk mengurangi sampah yang terbuang kelautan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya juga berkomitmen untuk berencana menggunakan alat ini sebagai solusi penanganan sampah laut. Dengan melakukan koordinasi bersama BPPT untuk melakukan riset dan produksi massal alat RCS untuk digunakan di sungai-sungai yang menghasilkan sampah terbanyak. “Yang penting diriset dulu, ini kan alatnya dari Belanda belum buatan kita. Nanti BBPT akan teliti,” ujar Menteri Siti Nurbaya.
Diketahui teknologi River Cleaning-up System (RCS) ini memiliki ongkos produksi yang mahal, berkisar 200 ribu hingga 300 ribu euro atau setara 5 Miliar rupiah per alatnya. Maka dari itu, Menteri Luhut mengajak pihak swasta melalui pemanfaatan program corporate social responsibility (CSR) dan juga non governmental organization (NGO) untuk dapat berpartisipasi mengembangkan teknologi ini guna mendukung penurunan jumlah sampah laut.
Dengan hadirnya teknologi River Cleaning-up System (RCS) ini diharapkan menjadi solusi dalam penanganan isu lingkungan hidup khususnya sampah laut. Teknologi RCS ini juga diharapkan sebagai solusi yang bersifat circular economy dikarenakan alat ini dapat menampung kembali sampah yang terbuang, lalu dari proses pemilahan sampah dapat menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai ekonomis. Selain itu teknologi diprediksi dapat menghasilkan data tentang sampah yang lebih akurat sehingga dapat memudahkan pendekatan-pendekatan riset menjadi lebih adaptif dan tepat untuk solusi penanganan sampah laut.
Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto RT.1/RW.3 Glora, Tanah Abang Jakarta Pusat 12190
Copyright © 2020 Tim Koordinasi Nasional Penangan Sampah Laut
You can see how this popup was set up in our step-by-step guide: https://wppopupmaker.com/guides/auto-opening-announcement-popups/
Labuan Bajo berada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur. Di tengah berkembangnya pariwisata Indonesia, Labuan Bajo merupakan salah satu destinasi yang paling terkenal saat ini terutama bagi mereka yang menyukai kawasan laut dan pantai. Labuan Bajo memiliki lanskap alam yang sangat indah, laut yang berwarna biru, serta panorama yang beragam mulai dari kawasan pantai hingga perbukitan.
Selain terkendal dengan salah satu hewan endemiknya yaitu Komodo, Labuan Bajo juga menyediakan banyak daya tarik lain yang patut dikunjungi oleh para wisatawan. Mulai dari gugusan Pulau Padar, Rinca, dan Komodo, Pantai Pink, hingga desa tradisional di kawasan Wae Rebo, semuanya menawarkan keindahan dan keunikan masing-masing.
Labuan Bajo dirancang untuk menjadi salah satu kawasan “Bali Baru” bersama dengan 4 tujuan wisata lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia juga menjadikan wilayah ini salah satu prioritas karena akan digelar pertemuan G20 dan ASEAN Summit pada 2023 mendatang. Oleh karenanya, persiapan mulai dari pembangunan infrastruktur yang menunjang hingga aspek kebersihan seperti penanganan sampah laut mulai dan akan terus dilakukan.
Dalam Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (RAN PSL), Labuan Bajo juga menjadi salah satu kawasan yang banyak menjadi fokus. Berbagai Kementerian/Lembaga banyak yang mengadakan kegiatan terkait penanganan sampah laut, mulai dari pelatihan, aksi bersih laut dan pantai, penyediaan Pusat Daur Ulang, hingga penguatan regulasi.